Senin, 24 Januari 2011

Induk dan Ibu

Induk elang dengan sabar menyuapi anak-anaknya satu persatu
Dengan mulutnya yang Cuma Satu

Induk ayam akan marah jika anaknya diganggu
Siapapun yang menggangunya

Induk monyet tidak akan melepaskan anaknya
Sebelum anaknya kuat

Ibu memperhatikan aku dengan istimewa
Lebih istimewa dari cerita cinta

Terimakasih untuk
Ibunya elang
Ibunya ayam
Ibunya monyet
Ibuku

Karena kasih sayang di dunia ini
Berawal dari mereka

Rumah kayu di Pondok Indah


Pada 1995, kami pindah rumah dari gang Family, kecamatan Baamang menuju kecamatan Ketapang.
Gang Pondok Indah. salah satu gang yang ada dijalan H. Imran, dan menjadi gang untuk perumahan guru. Terdiri dari 11 rumah, beratapkan sirap, dinding kayu, dan gaya bangunan khas sebuah perumahan dinas menengah, berbeda sekali dengan Pondok Indah yang ada di Jakarta. Disinilah aku tinggal.
Seperti anak kecil kebanyakan, aku lebih banyak menghabiskan waktu diluar untuk bermain daripada diam dirumah. Pulang sekolah, rumah hanya dijadikan tempat untuk singgah makan dan ganti baju saja, lalu keluar bermain sampai sore. Terkadang ibu marah dan menyuruhku tidur siang, hal itu membuatku sakit hati, karena waktu bermainku akan berkurang.
Jendela kamar sering kulompati, saat pintu-pintu terkunci atau sebagai tempat melarikan diri saat ibu marah-marah. Atap rumah terkadang kunaiki jika sudah bosan bermain di tanah. Di bawah rumah adalah markas bagiku dan teman-teman. Dan pekarangan rumah sering kujadikan lokasi berkemah.
Masa-masa remaja tidak begitu ada perubahan. Rumah masih saja hanya sebagai tempat singgah untuk makan tidur saja bagiku. Ibu tidak tinggal diam, dia sering mengomel saat ku menampakkan mukaku saat matahari mulai terbenam.
Saat lulus SMA dan kuliah di Palangka Raya, ada sesuatu yang beda. Berbulan-bulan tinggal di kost, sering ku teringat akan rumahku. Rumah yang selama ini ikut membesarkanku, menyediakan tempat yang sejuk, pekarangan yang santai, dan tetangga yang sangat bersahabat.
Pulang kampung adalah saat-saat yang dinantikan. Karena terbayang sudah, aku akan rebahan dilantai kayu yang dingin sambil menonton tv, duduk diteras rumah dan mengobrol sampai larut malam, bermain kartu dirumah tetangga sampai subuh, dan suasana kekeluargaan yang sudah jarang didapati pada kota-kota.
Pada masa ini, aku kebanyakan dirumah. Menikmati rumah yang sudah berumur 15 tahun ini. Memperbaiki sirap yang sudah banyak terlepas dari tempatnya. Mengganti lantai kayu yang sudah rapuh dimakan usia. Mengecat dinding yang sudah kusam. Dan hanya bisa menatap plafon-plafon yang dilukis oleh rembesan air yang bocor dari atap rumah.
“Rumah ini sudah tua”, itulah yang ,menjadi alasan mengapa ibu ingin pindah dari rumah ini. Tak pernah terbayang aku akan meninggalkan rumah secepat ini. Tak seperti dalam pikiranku yang memprediksikan akan pindah setelah aku berkeluarga dan bisa membelikan rumah yang baru. Tapi inilah keputusan ibu, aku tidak menolaknya.
Berat rasanya harus meninggalkan rumah ini dan suasana sekitarnya. Aku masih ingin menikmati saat-saat duduk di teras sampai larut malam, membicarakan apapun yang mau dibicarakan, tak ada batasan.
Dari 12 keluarga penghuni pertama gang pondok indah, 6 keluarga sudah pindah dan digantikan penghuni yang baru. Rumahku kini ditempati orang baru dan akan dirawat oleh tangan yang baru. Dan mungkin akan menciptakan suasana yang baru.